Pemilu dan Perantau

Postingan kali ini aku pengen sharing mengenai “tragedi” rutin lima tahunan yang berjudul PILPRES. Dimulai tahun 2004, kala itu Pak SBY feat Pak Kala mendapatkan vote paling besar dan berhak menduduki RI 1 dan RI 2. Cukup, hanya cerita itu yang bisa aku berikan tentang pemilu 2004 karena memang aku belum cukup umur sehingga ga ikut milih.

Pemilu 2009, pilpres yang dimenangkan oleh (lagi-lagi) Pak SBY feat Budiono merupakan kali pertama aku diperbolehkan berpartisipasi di pilpres. Dagdigdug rasanya *lebay. Bingung, itu yang pertama kali ada dipikiranku waktu itu. Karena sebagai perantau aktif (maksudnya jarang pulang), aku belum tahu gimana caranya menggunakan hak suara itu di tempat lain. Saat itu aku masih berstatus sebagai penghuni nomaden di Bandung coret, kebetulan waktu itu lagi kerja praktek di Pekalongan. Setelah mencari info sana sini akhirnya didapatlah informasi yang dianggap akurat untuk mengurus suara yang nyaris hilang tersebut. Caranya adalah dengan mengurus form A5 (kalau ga salah ya, udah lupa) di PPS asal, lalu diserahkan saat mau nyoblos di lokasi TPS tujuan. Cara itu sukses walau harus ikutan nyoblos di menit-menit akhir.

Untuk pemilu 2014 ini sedikit perbeda, pemilu yang dimenangkan oleh xxx ini aku berstatus sebagai pencari duit di ibu kota Republik Indonesia ini. Jelas hampir tidak memungkinkan untuk mengurus form A5 di tempat asal, berat di ongkos bung kalau harus pulang dan cuti hanya untuk sekedar ngurus form A5. Setelah berburu informasi sana dan sini, akhirnya ketemulah informasi yang menyatakan kita bisa mengurus form A5 di daerah kita tinggal. Akhirnya aku rela berjalan kaki ke kelurahan (yaiyalah..deket ma kosan) demi mendapatkan surat untuk menggunakan hak suara di lokasi tinggal. Surat sudah di tangan, saatnya menyumbangkan suara untuk Indonesia dengan bukti nyata bukan hanya kicauan apalagi makian.